Polemik pecah kongsi di pemerintahan = kasus buku bahasa Inggris di kelas

Waduuh, hari gene kenapa banyak orang yang saling mencela partner kerjanya ya, bahkan sekarang terjadi di pemerintahan yakni antara gubernur dan wakil gubernur DKI.
Miris. Karena dimerekalah diletakkan segala hal yang berhubungan dengan kebutuhan rakyat banyak baik secara berkala maupun jangka panjang.
Meskipun demikian, aku mengerti, bahwasanya dalam bekerja pasti ada saat kita marah atau lupa atau berpikir untuk mementingkan diri sendiri apalagi khilaf. Jujur deh, akupun mengalaminya.
Kenapa kuberi judul Polemik pecah kongsi di pemerintahan = kasus buku bahasa Inggris di kelasku ? Hehehehe, bloggers mania, inilah ceritaku.
Disuatu jumat, aku tidak bisa masuk ke sekolah karena ada udzur, merawat bundaku yang sedang sakit. Lalu, kuabdikan diriku di satu hari itu. Berikutnya hari Sabtu dan minggu, kulewati dengan tenang. Malamnya, kuterima SMS dari partnerku dan guru bahasa Inggris. Permasalahannya adalah buku bahasa Inggris yang belum dibagikan. Daripada saling menyalahkan, maka aku check ke orangtua satu persatu dan meminta maaf pada mereka dengan mengatakan bahwa bukunya ada di sekolah, didalam rak buku kelas. Namun aku tak menyangka bahwasanya partnerku tahu bahwa buku itu ada di sekolah, karena di hari Sabtu, aku mendengar kedua rekan guru yang masih muda melabeliku dengan kata "Kasihan" dan waktu itu aku nggak tahu apa artinya. Barulah pada malam senin aku tahu akar permasalahannya dan aku mencoba bertanggung jawab dengan mengakui pada orangtua bahwa itu semua adalah kelalaianku dalam meletakkan benda-benda yang diamanatkan padaku. Apakah aku pecah kongsi dengan partnerku ? Andaikan kuturuti kemarahanku, tentunya sudah sejak saat itu aku nggak akan menangani hal-hal yang urgen didalam kelas. Aku sadar bahwa anak-anak sangat membutuhkanku. Begitupun orangtua murid. Bagaimana mungkin aku memanjakan diriku dengan kemarahan sesaat dan melempar tanggung jawab dengan berhenti menjadi wali kelas.
Malukah diriku ? Jangan ditanya bagaimana rasanya. Terlebih ketika aku tahu bahwa saat hari itu, beliau tidak mencoba menghubungiku baik melalui telpon ataupun SMS. Aku nggak tahu kenapa. Kuserahkan semuanya pada Alloh SWT. Jika beliau berniat jahat dan telah melakukannya, pastilah malaikat Atid As mencatat dan pastilah ada ganjarannya, baik didunia maupun akhirat. Toh, bukan urusanku. Urusanku yang sebenarnya adalah amanat memajukan anak-anak dikelasku.
Apakah kejadian ini penting? Seburuk-buruknya kejadian, pastilah ada pembelajaran didalamnya. Aku percaya takdir baik maupun takdir buruk. Aku tak kuatir pada pandangan maupun pendapat orang, yang kukuatirkan adalah apakah aku berkembang ataukah tidak. Dari kejadian itu, aku percaya bahwa aku akan berkembang. Jika kupelajari, akulah yang mengijinkan hal itu terjadi. Mungkin karena aku menunda memberikan buku itu (kebiasaanku yang buruk yakni menunda) hingga pada ketidakdisiplinan diriku.
Apakah aku nggak ada yang membela dari kejadian ini? Believe me... banyak yang membela dan kebanyakan adalah rekan-rekan yang pernah berpartner dengan beliau. Tapi, apakah aku memanjakan diriku? Telah kukatakan bahwa aku akan berkembang dan Insya Alloh akan terus berkembang. Aku belajar untuk mulai membenahi diri dan berkaca atas apa yang menimpa diriku.
Lalu apa hubungannya dengan kejadian ini dengan polemik pecah kongsi ? Aku melihat berita itu di TVOne dan meminjam persepsi Pak Gamawan (menteri dalam negeri kita yang sekarang), mungkin ada kendala di lapangan; entah administrasinya, komunikasinya, dan sebagainya. Namun perlukah pecah kongsi ? Bagaimana dengan rakyat ?
Kalo menilik dari apa yang bakal terjadi setelah pecah kongsi, waaahh, nggak tahu bakal gimana jadinya. Bayangin proyek yang udah berjalan setengah mungkin akan berhenti, belum lagi adaptasi dari orang-orang yang baru komit di pemerintahan itu. Aku coba ngebayangin dikelasku sendiri aja udah bisa geleng-geleng. Masalahnya hanya aku yang tahu kemampuan anak-anakku. Rencana program kedepan. Berkolaborasi dengan orangtua. Ini masih dalam scoup kecil, gimana dengan scoup skala besar?
But, aku ngerti. Yang namanya manusia pasti sakit hati jika ada kejadian yang tak menyenangkan menimpa harga dirinya. Tapi, please, jangan manjakan diri dengan kemarahan sesaat. Kasihan rakyat. Sama halnya seperti aku kasihan dengan anak didikku. Apakah aku tidak malu atau sakit hati dengan perlakuan partnerku yang menyalahkanku atas kasus buku itu? Sakitnya jangan ditanya, terlebih banyak guru yang tahu, bahkan wakil kepala tahu, tapi biarlah. Selalu ada hikmah dibalik semua itu. Yang jelas kita harus berkaca dan introspeksi diri. Kalaupun memang sudah tak bisa dipertahankan, tetaplah mengabdi untuk rakyat, bahkan ditempat / kantor yang berbeda kalo perlu. Atau pindah tempat duduk, yang tadinya di kiri jadi di kanan, yang tadinya dilantai atas jadi di taman (walah ngomong apa aku ini). Yah, intinya tetaplah pegang tanggung jawab yang diamanatkan, bahkan jika itu terasa menyakitkan. Emang ada tanggung jawab yang enak ?
Ada juga pembahasan mengenai revisi undang-undang. Menurutku ; "Lanjutkan pak!!" Undang-undang itu perlu untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab. Contoh dalam kasusku, ada yang namanya TUPOKSI (Tugas Pokok dan Fungsi) yang membedakan antara wali kelas utama dan pendamping. Sangat diperlukan lho tupoksi itu, agar pembagian beban kerja menjadi adil, walau mungkin kenyataan dilapangan bisa jadi agak menyimpang (Believe me, dimana aja sama).
Nah begitulah pendapatku. Kalau alasan pak wakil gubernur adalah perbedaan karakter, jadi pengen lihat, beban kerja yang paling banyak siapa and yang merealisasikan beban kerjanya secara konsisten siapa? Jujur lho pak, merealisasikan beban kerja untuk 1 kelas dengan jumlah anak 20 orang terasa berat apalagi jika sang partner nggak mau membantu. Tapi khan sudah jadi amanat bagi kita, dan tentunya akan menjadi ladang amal.
Tapi, di blog ini, aku nggak mau nyalahin siapapun. Wong aku sendiri juga banyak salah. Apesnya lagi, saat ini aku juga sedang disalahin. Untung aku bisa bertanggung jawab sehingga bebannya jadi nggak berat-berat amat. (Amat aja nggak berat)
Aku berdoa semoga komunikasi di pemerintahan menjadi lebih lancar dengan peristiwa ini. Semua belajar untuk saling mengerti dan mau menerima beban kerja yang diamanatkan padanya. Menulis sih emang mudah, tapi, semoga kita semua bisa menjalaninya. Amin

Comments

Popular posts from this blog

Tasawwul (Meminta-minta)