Ngomong-ngomong soal bajingan. Tentunya tak ada salahnya kalo aku mengkaitkannya dengan kasus pemerkosaan yang terjadi di dalam angkutan umum. Kasus yang mencuat yang (sungguh aku bersyukur) media mengangkatnya ke layar kaca sebagai suguhan berita bagi para pecinta informasi.
Kasus pelecehan seksual sebenarnya sudah lama terjadi di angkutan umum. Mulai dari para lelaki yang sudah putus urat malunya itu menggosok-gosokkan bagian 'tertentunya' ke (mohon maaf) daerah yang bisa dijangkau 'kemaluannya' itu ke wanita yang berada di dekatnya. Rata-rata pelaku dalam posisi berdiri dan korban dalam posisi duduk atau pelaku dan korban duduk berbarengan dalam satu bangku dan tangan pelaku gerayangan mencoba menjangkau bagian-bagian yang bisa dijangkaunya (menjijikkan bukan) hingga hal terekstrim yang terjadi saat ini yakni kasus perkosaan.
Layaknya kebakaran jenggot, gubernur meminta maaf atas insiden yang terjadi. Perkara kemudian diteruskan dan ditangani oleh pihak yang berwenang. Beruntung sekali ya sang korban. Kebanyakan para wanita korban pelecehan seksual hanya beberapa yang mendapat 'keadilan' seperti itu. Jadi pengen tahu siapa wanita yang beruntung mendapatkan pengusutan kasus seperti itu.
Itu sebabnya, banyak kaum Adam saat ini berpotensi atau telah menjadi seorang bajingan. Seseorang yang sudah putus urat malunya dan tidak menghargai kaum hawa, padahal kaum hawalah yang melahirkan mereka ke dunia fana ini. Dasar tak tahu berterima kasih. Meskipun demikian, masih banyak pula kaum Adam yang dapat menjaga kemaluannya. Teringat dan sebuah kalimat yang esensinya seperti ini ; wanita muslimah menjaga kehormatannya sedangkan lelaki muslim menahan kemaluannya. Pernah dengar khan kisah Nabi Muhammad SAW, ketika datang padanya seorang laki-laki dan dengan polosnya berkata : Wahai Nabi, saya ingin memperkosa. Bayangkan, seorang Nabi dihadapkan dengan pertanyaan polos seperti itu dari salah satu umatnya, namun dengan bijaksana beliau balik bertanya kepada laki-laki yang polos tersebut. Tanyanya 'Apakah engkau punya seorang saudara perempuan?' Jawab laki-laki tersebut 'Punya duhai Nabi' Tanyanya kembali : 'Apakah engkau masih memiliki ibu?' Jawab pemuda tersebut 'Punya wahai nabi' Lalu Nabi bertanya kembali 'Sudikah kamu jika saudara perempuan yang kau sayangi dan ibu yang engkau hormati diperkosa oleh seorang pria dari kalanganmu ?' Seketika itu juga, pemuda itu bangkit dan berkata : 'Saya tidak mau memperkosa ?'
Terkadang, bahkan dalam keadaan perang, logika membolehkan para serdadu mengambil hak yang bukan miliknya dengan cara yang zhalim, dengan alasan logis yang dibuat-buat "Yaa, wajar, mereka butuh hiburan..!" Namun perlu dipikirkan kembali, apa hiburan layak dengan cara seperti itu. Lain waktu lain zaman, namun terkadang cara yang dipakai selalu sama. Dasar budak setan semuanya.
Kembali ke zaman ini. Entah pembenaran apa yang bisa dipakai dalam kasus para lelaki yang tak dapat menjaga 'kemaluannya' itu, namun Islam telah mengangkat derajat kaum Hawa, namun hanya yang benar-benar menerapkan Islam secara Kaffah dalam kehidupannya. (walau aku sendiri belum mampu menerapkannya secara Kaffah, masih belajar).
Bloggers mania, sekarang saya mau tanya. Terkadang dalam mengintimidasi seseorang, pemerkosaan menjadi salah satu cara yang dipakai karena secara logika ini dapat menyakiti seseorang yang menjadi target, apalagi jika sang korban adalah orang yang sangat disayangi target. Tapi, masih secara logika; nggak salah alamat tuh !!!! Yang jadi target siapa yang jadi korban siapa...
Nah, bloggers mania. Seperti yang dituliskan diatas, kasus kekerasan seksual itu hanya sedikit yang dituntaskan. Oleh karenanya, seandainya banyak masyarakat yang nggak percaya pada hukum, maka jangan salahkan mereka ya.. Toh hukum kita berkiblat pada hukum yang telah diterapkan Belanda di zaman penjajahan, so pasti akan berpihak pada si Belanda, dalam hal ini kelompok yang memegang kekuasaan. Bagiku sendiri, hukum itu hanya sekadar alat yang membuat masyarakat patuh pada rel yang telah dibuat agar negara tetap stabil. Hanya sedikit yang benar-benar dapat keadilan. Apalagi orang-orang yang dianggap lemah kedudukannya, baik secara sosial maupun ekonomi. Kesalahan yang punya kekuasaanlah yang terkadang menyepelekan masalah moral. Sekarang, ketika semua berbicara, baru mereka sibuk membenahi dulu. Padahal udah banyak yang memperingatkan. Or, mungkin sebenarnya mereka sendiri tahu (seperti kasus-kasus bromocorah or semacamnya itu), ketika anak buahnya melakukan hal itu, saya sangsi, pemimpin mampu bertindak layaknya pemimpin yang adil. So, dimanakah keadilan itu? Jangan cari di dunia ini. Hanya sedikit.
Kasus pelecehan seksual sebenarnya sudah lama terjadi di angkutan umum. Mulai dari para lelaki yang sudah putus urat malunya itu menggosok-gosokkan bagian 'tertentunya' ke (mohon maaf) daerah yang bisa dijangkau 'kemaluannya' itu ke wanita yang berada di dekatnya. Rata-rata pelaku dalam posisi berdiri dan korban dalam posisi duduk atau pelaku dan korban duduk berbarengan dalam satu bangku dan tangan pelaku gerayangan mencoba menjangkau bagian-bagian yang bisa dijangkaunya (menjijikkan bukan) hingga hal terekstrim yang terjadi saat ini yakni kasus perkosaan.
Layaknya kebakaran jenggot, gubernur meminta maaf atas insiden yang terjadi. Perkara kemudian diteruskan dan ditangani oleh pihak yang berwenang. Beruntung sekali ya sang korban. Kebanyakan para wanita korban pelecehan seksual hanya beberapa yang mendapat 'keadilan' seperti itu. Jadi pengen tahu siapa wanita yang beruntung mendapatkan pengusutan kasus seperti itu.
Itu sebabnya, banyak kaum Adam saat ini berpotensi atau telah menjadi seorang bajingan. Seseorang yang sudah putus urat malunya dan tidak menghargai kaum hawa, padahal kaum hawalah yang melahirkan mereka ke dunia fana ini. Dasar tak tahu berterima kasih. Meskipun demikian, masih banyak pula kaum Adam yang dapat menjaga kemaluannya. Teringat dan sebuah kalimat yang esensinya seperti ini ; wanita muslimah menjaga kehormatannya sedangkan lelaki muslim menahan kemaluannya. Pernah dengar khan kisah Nabi Muhammad SAW, ketika datang padanya seorang laki-laki dan dengan polosnya berkata : Wahai Nabi, saya ingin memperkosa. Bayangkan, seorang Nabi dihadapkan dengan pertanyaan polos seperti itu dari salah satu umatnya, namun dengan bijaksana beliau balik bertanya kepada laki-laki yang polos tersebut. Tanyanya 'Apakah engkau punya seorang saudara perempuan?' Jawab laki-laki tersebut 'Punya duhai Nabi' Tanyanya kembali : 'Apakah engkau masih memiliki ibu?' Jawab pemuda tersebut 'Punya wahai nabi' Lalu Nabi bertanya kembali 'Sudikah kamu jika saudara perempuan yang kau sayangi dan ibu yang engkau hormati diperkosa oleh seorang pria dari kalanganmu ?' Seketika itu juga, pemuda itu bangkit dan berkata : 'Saya tidak mau memperkosa ?'
Terkadang, bahkan dalam keadaan perang, logika membolehkan para serdadu mengambil hak yang bukan miliknya dengan cara yang zhalim, dengan alasan logis yang dibuat-buat "Yaa, wajar, mereka butuh hiburan..!" Namun perlu dipikirkan kembali, apa hiburan layak dengan cara seperti itu. Lain waktu lain zaman, namun terkadang cara yang dipakai selalu sama. Dasar budak setan semuanya.
Kembali ke zaman ini. Entah pembenaran apa yang bisa dipakai dalam kasus para lelaki yang tak dapat menjaga 'kemaluannya' itu, namun Islam telah mengangkat derajat kaum Hawa, namun hanya yang benar-benar menerapkan Islam secara Kaffah dalam kehidupannya. (walau aku sendiri belum mampu menerapkannya secara Kaffah, masih belajar).
Bloggers mania, sekarang saya mau tanya. Terkadang dalam mengintimidasi seseorang, pemerkosaan menjadi salah satu cara yang dipakai karena secara logika ini dapat menyakiti seseorang yang menjadi target, apalagi jika sang korban adalah orang yang sangat disayangi target. Tapi, masih secara logika; nggak salah alamat tuh !!!! Yang jadi target siapa yang jadi korban siapa...
Nah, bloggers mania. Seperti yang dituliskan diatas, kasus kekerasan seksual itu hanya sedikit yang dituntaskan. Oleh karenanya, seandainya banyak masyarakat yang nggak percaya pada hukum, maka jangan salahkan mereka ya.. Toh hukum kita berkiblat pada hukum yang telah diterapkan Belanda di zaman penjajahan, so pasti akan berpihak pada si Belanda, dalam hal ini kelompok yang memegang kekuasaan. Bagiku sendiri, hukum itu hanya sekadar alat yang membuat masyarakat patuh pada rel yang telah dibuat agar negara tetap stabil. Hanya sedikit yang benar-benar dapat keadilan. Apalagi orang-orang yang dianggap lemah kedudukannya, baik secara sosial maupun ekonomi. Kesalahan yang punya kekuasaanlah yang terkadang menyepelekan masalah moral. Sekarang, ketika semua berbicara, baru mereka sibuk membenahi dulu. Padahal udah banyak yang memperingatkan. Or, mungkin sebenarnya mereka sendiri tahu (seperti kasus-kasus bromocorah or semacamnya itu), ketika anak buahnya melakukan hal itu, saya sangsi, pemimpin mampu bertindak layaknya pemimpin yang adil. So, dimanakah keadilan itu? Jangan cari di dunia ini. Hanya sedikit.
Comments