Assalamualaikum Wr Wb
Bloggers mania, aku nemuin artikel yang menarik yang kucopy dari annida online. Kubagi untuk kalian ya and thanks for annida online
Bloggers mania, aku nemuin artikel yang menarik yang kucopy dari annida online. Kubagi untuk kalian ya and thanks for annida online
Memaafkan Itu
Melegakan
“Gue susssaaaah banget maafin kesalahan dia!”
“Sampai mati pun, kagak bakalan gue ampunin, gue udah didzolimin!!!”
Sob, banyak yang tidak “ngeh” bahwa dendam sebenarnya tidak membawa
apapun selain kehancuran. Bukan kehancuran buat orang yang kita timpakan rasa
dendam euy! Melainkan kehancuran buat diri kita sendiri. Ali Radiyallahu’anhu dengan
tepatnya mengumpamakan, “Memelihara dendam itu seperti diri kita meminum racun,
tapi berharap orang lain yang mati.” Aha! Sudah jelas kan bahwa miara dendam
sama parah dengan miara tuyul? Hii...
Terus, bagaimana doong cara untuk melampiaskan emosi yang terpendam
karena sering dizolimi? Kan susah banget memaafkan kesalahan orang yang udah
terlanjur kita benci sampai ubun-ubun!
Nah, makanya... ikuti pembahasan MADING edisi ini sampai tuntas...
tas... tas...
Tingkatan Orang yang Dizolimi
Sob, jangan salah... orang yang dizolimi punya level yang berbeda-beda
looh!
Level terendah adalah mereka yang dizolimi, kemudian orang-orang ini
sulit memaafkan dan malah memendam dendam. Hayyo... jangan sampe deh kita
berada di level ini, rugi dunia-akhirat!
Level lumayan adalah mereka yang dizolimi, kemudian membalas kezoliman
itu dengan setimpal sehingga tidak lagi memendam dendam. Lumayan daripada lumanyun,
tapi tingkatan ini masih standar banget Sob!
Level tinggi adalah mereka yang dizolimi, kemudian memaafkan dengan
lapang dada.
Level dahsyat adalah mereka yang dizolimi, kemudian malah membalas orang
yang mendzolimi dengan kebaikan.
Yuk kita bahas level demi levelnya! Supaya kita bisa sampai ke tingkat
memaafkan dengan lapang dada dan bahkan membalas kedzoliman dengan kebaikan.
Pertama-tama: Benarkah Dizolimi, atau Kita yang Menzolimi Diri
Sendiri?
Islam tidak pernah mengajarkan kita untuk “nrimo” keburukan yang
dilakukan orang lain pada kita loh Sob, tampar pipi kanan, kasih pipi kiri.
Justru Allah Swt. membolehkan kita untuk membalas kejahatan dengan setimpal.
Coba simak Quran surat An-Nahl ayat 126: “Dan jika kamu
memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang
ditimpakan kepadamu...”
Misalnya kita dipukul, yaa balaslah memukul dengan kekuatan seimbang.
Kecuali kalau kita memang ikhlas dipukul, gak ada dendam apalagi sakit hati.
Artinya, ketika kita dipukul kemudian kita malah diam saja, tapi sebenarnya
hati kita merasa benci dan dendam, sejatinya, yang menzolimi diri kita bukanlah
orang yang memukul, tetapi diri kita sendiri yang membiarkan orang lain memukul
kita dengan leluasa. Bukankah kita adalah pemimpin untuk diri sendiri?
Seharusnya kita bertanggungjawab terhadap apapun yang terjadi pada diri kita,
jangan bisanya cuma menyalahkan orang lain dan merasa dendam, padahal kita
memang tidak melakukan apa-apa untuk membela hak kita sendiri.
Kalaupun kita tidak memiliki kemampuan melawan dengan fisik, kita bisa
menggunakan kecerdasan kita, misalnya meminta bantuan pihak lain untuk membantu
kita mengatasi kezoliman tersebut, atau jauhkan diri dari sumber kezoliman
tersebut. Hargai diri kita sendiri! Jangan sampai rela dizolimi orang... Jika
kita tidak melakukan langkah apapun untuk melawan kezoliman terhadap diri kita,
berarti memang kitalah pelaku kezoliman untuk diri sendiri:
“Allah tidak mengubah nasib suatu kaum, sampai mereka mengubah apa
yang ada pada diri mereka sendiri.” (Q.S. Ar-Ra’d 11)
Artinya, Allah meminta kita untuk berinisiatif mengubah nasib sendiri,
dengan demikian kita tidak ada hak untuk menyalah-nyalahkan orang lain, dendam
kesumat, bahkan bersumpah tidak akan memaafkan orang tersebut. Jadi, penting untuk
menyadari di awal... apakah kita benar dizolimi, atau justru kita yang
menzolimi diri sendiri? Duh, jangan sampai deh kita “sakit” gara-gara
kejahatan orang lain. Belajar bela diri sendiri yuk!
“Tidak semestinya seorang muslim menghina dirinya. Para sahabat
bertanya, "Bagaimana menghina dirinya itu, ya Rasulullah?" Nabi Saw
menjawab, "Melibatkan diri dalam ujian dan cobaan yang dia tak tahan
menderitanya." (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Kedua: Digigit Anjing, Tidak Perlu Balas Dengan Gigitan!
Kalau kita dizolimi, sah-sah saja membalas dengan setimpal.
Masalahnya... kalau yang menzolimi kita memang bukan manusia, bukankah
menghabiskan waktu saja kalau cari perkara dengannya? Ibaratnya, digigit anjing
malah balik ngegigit anjing itu, yang bodoh kita atau anjingnya? Bingung kan?
Sobat Nida, banyak sekali manusia yang “bukan manusia” di dunia ini,
punya otak tapi tidak dipakai berpikir, punya hati tapi mati, sehingga semua
ucapannya menyakitkan, setiap tindak-tanduknya menyinggung orang lain. Untuk
tipe yang satu ini, perlu kebesaran hati kita untuk tidak memasukkan ke dalam
hati hal-hal yang ia lakukan, kalau tidak? Beuh, bisa-bisa habis waktu dan
energi untuk mengurusi hal-hal menyebalkan dari perbuatannya.
So, nggak perlu deh merasa dendam, benci, kesel setengah
mati, plus geregetan dengan orang seperti ini! Cukup kasih peringatan
seperlunya, atau diamkan saja dan jangan sekali-kali kita izinkan perkataan dan
perbuatannya merasuki hati kita sampai bikin kita depresi, rugiiiii. Kita bisa
menganggap orang-orang ini adalah “utusan syetan” untuk menjerumuskan kita ke
neraka. Biarkan aja mereka bertingkah, jangan sampai terpancing!
Anjuran dari al-Quran surat Al-Maaidah ayat 13 untuk “membalas”
orang-orang yang hatinya sudah kadung jadi batu:
“Maafkanlah mereka dan biarkan mereka, Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berbuat baik.”
Peribahasanya begini: Anjing melolong, kafilah berlalu. Biarin aja
anjingnya capek sendiri, kita mah cuek aja. Oke?
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta
jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (Al Qur’an surah 7:199)
Ketiga: Maafkanlah, Karena Dendam Hanya Melahirkan Dendam
Ketika kita merasa kesal setengah mati dan berencana tidak memaafkan
orang lain, sebenarnya itu bisa menyempitkan hati kita sendiri. Kita menyimpan
dendam sebesar gunung ke dalam hati, akibatnya... hati kita penuh dengan
kebencian, dada kita terasa sesak. Yang rugi yaa diri kita sendiri Sob.
Apakah kita mengira jika perasaan dendam itu dibalaskan maka kita akan
menjadi lega? Oh, ternyata tidak! Dendam yang dibalaskan malah akan memunculkan
dendam yang lain looh, jadinya saling dendam sampai tujuh turunan, kan gak oke
banget tuh. Makanya Allah memberi solusi agar kita bebas dari dada yang
sempit dan hidup yang penuh dendam kesumat:
“Hendaklah memberi maaf dan melapangkan dada, tidakkah kamu
ingin diampuni oleh Allah?” (Q.S. An-Nuur: 22)
Pasti kita berharap kesalahan-kesalahan kita dimaafkan oleh Allah,
bagaimana kalau kita duluan yang memaafkan kesalahan orang lain, sehingga Allah
ridho pada kita dan mau memaafkan kesalahan kita?
Jangan Lupakan Hukum Alam!
Yang tidak boleh kita lupa adalah adanya hukum alam, “Siapa yang
menabur, dia akan menuai.” Bahasa Fisikanya, hukum kekekalan energi. Bahwa
energi baik dan energi buruk yang kita keluarkan akan kembali pada diri kita
dengan nilai yang sama. Jadi siapapun yang berlaku dzolim, kedzolimannya itu
akan berbalik mengenai diri mereka sendiri.
Artinya, kalau kita mau lebih cerdas daripada sekedar membalas kezoliman
orang lain, yaa caranya dengan Memaafkan! Ngapain kita nyempit-nyempitin hati
dengan memperhitungkan kedzoliman orang, toh kejahatan mereka akan berbalik
pada diri mereka sendiri.
Memaafkan itu sama dengan membuang beban-beban yang bergelayutan di hati
kita, dengan memaafkan, berarti kita menyerahkan “pembalasan” pada Allah. Dan
asal tahu aja... pembalasan dari Allah untuk orang-orang dzolim pasti lebih
“nendang” daripada kita balas sendiri. Makanya Allah meminta kita menahan diri:
“... Akan tetapi jika kamu sekalian mau bersabar atas kedzoliman
yang telah mereka timpakan kepada kamu serta dengan itu semua kamu mengharap
pahala dari Allah sebagai ganti dari kedzoliman itu lalu kamu pasrahkan
dan serahkan semuanya kepada Allah maka itu akan lebih
baik bagi kamu
sekalian.” (An-Nahl 126)
Memaafkan itu Menyehatkan
Ternyata memaafkan itu
menyehatkan! Dalam buku Forgive for Good [Maafkanlah demi
Kebaikan], Dr. Frederic Luskin menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang
telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan
bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti
harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan,
lemah semangat dan stres.
Sebuah tulisan berjudul "Forgiveness"
[Memaafkan], yang diterbitkan Healing Current Magazine [Majalah
Penyembuhan Masa Kini] edisi bulan September-Oktober 1996, menyebutkan bahwa
kemarahan terhadap seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif
dalam diri orang, dan merusak keseimbangan emosional bahkan kesehatan jasmani
mereka. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa orang menyadari setelah
beberapa saat bahwa kemarahan itu mengganggu mereka, dan kemudian berkeinginan
memperbaiki kerusakan hubungan. Jadi, mereka mengambil langkah-langkah untuk
memaafkan. Disebutkan pula bahwa, meskipun mereka tahan dengan segala hal itu,
orang tidak ingin menghabiskan waktu-waktu berharga dari hidup mereka dalam
kemarahan dan kegelisahan, dan lebih suka memaafkan diri mereka sendiri dan
orang lain.
Semua penelitian yang ada menunjukkan
bahwa kemarahan adalah sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan
manusia. Memaafkan, di sisi lain, meskipun terasa berat, terasa membahagiakan,
satu bagian dari akhlak terpuji, yang menghilangkan segala dampak merusak dari
kemarahan, dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik secara
lahir maupun batin. Hmm...
Terdahsyat: Tidak Sekedar Memaafkan, tapi Membalas dengan Kebaikan
Ini yang lebih dahsyat, Rasulullah Saw. telah mampu memberi teladan buat
kita, tidak sekedar memaafkan kezoliman orang, tapi juga membalas kezoliman
tersebut dengan kebaikan. Yaa ampun, nyebutinnya aja udah pengen keluar air
mata, hebat banget sih idola kita...
Bayangkan... meskipun dilempar batu dan diusir oleh penduduk Thaif,
Rasulullah Saw. malah berdoa semoga Allah memberikan keturunan orang-orang yang
beriman dari penduduk Thaif. Apakah kita sanggup menirunya?
Kalau kita ingin menang berkali-kali, apa yang dilakukan Rasulullah Saw.
ini harus kita coba dan kita biasakan Sob! Membalas kezoliman atau penghinaan
dengan kebaikan. Ada juga kisah menarik dari buku “13 Wasiat Terlarang” karya
Ippho Santosa mengenai hal ini:
Suatu ketika, Jerman Timur membuang timbunan sampah di perbatasan Jerman
Barat. Orang-orang di Jerman Barat sangat marah dan ingin membalas penghinaan
tersebut. Namun, ada seorang bijak yang memberi usul lebih cemerlang.
Akhirnya, Jerman Barat justru menaruh beraneka hasil bumi, sayur-mayur,
buah-buahan di perbatasan Jerman Timur, mereka sekaligus memancangkan sebuah
papan bertuliskan “Masing-masing memberi sesuai dengan kemampuannya.”
Hehehe. Bukankah itu pembalasan yang manis? Sebenarnya Jerman Barat
sedang menghina “Jerman Timur mah kemampuannya cuma sampah”, tapi pembalasan
ini dibungkus dengan amat cantik. Malah keren kan?
Begitulah, kita mustinya belajar untuk membalas kedzoliman dengan
kebaikan, karena hasilnya pasti berakhir happy ending.
Memaafkan itu Melegakan
Sekarang mari kita berpikir jernih, benarkah di hidup yang singkat ini
kita rela menghabiskan usia hanya untuk memendam kesal dan kebencian yang
mendarah daging? Benarkah kita rela membakar diri sendiri dalam api kemarahan
sekaligus api neraka hanya karena seorang yang mendzolimi kita?
Sekarang, pikirkanlah orang-orang yang mendzolimi kita, yang pernah
menghina kita, yang meremehkan kita, bahkan yang menghancurkan masa depan kita!
Bayangkan wajah mereka, dan katakanlah “Saya telah memaafkanmu, semoga Allah mengampuni
saya!” katakanlah berulang-ulang! Sebanyak-banyaknya! Minimal sepuluh kali,
kalau perlu sampai air mata kita luruh!
Karena kita berharap Allah menempatkan kita di tempat terbaik,
dunia-akhirat, maka lepaskanlah rasa marah, dendam, benci itu, biarkan dada
kita lega dan lapang tanpa beban! Jangan lagi memberatkan hati kita dengan
memikirkan cara-cara membalas dendam.
Percayalah Sob, kemaafan kita adalah untuk kebaikan diri kita sendiri,
bukan untuk kebaikan mereka. Jika benar mereka melakukan kedzoliman, pasti
Allah membalasnya dengan adil! Jadi, demi kelegaan dan kedamaian dalam hati,
maafkanlah kedzoliman orang lain, dan rasakanlah sensasi luar biasa yang tidak
akan kita dapatkan sekalipun kita telah melampiaskan amarah dan dendam di dada!
“Maka disebabkan rahmat Allah atasmu, kamu berlaku lemah lembut
kepada mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkan mereka dan mohonkanlah
ampun bagi mereka…”(QS:3:159)
Sob, sungguh... memaafkan itu melegakan, mari kita menjadi pribadi yang
terbiasa memaafkan, sehingga Allah pun mudah memaafkan kesalahan kita. (Syamsa/
dari berbagai sumber)
Comments