Sedih melihat nasib bu Siami dan buah hatinya diperlakukan oleh warga sekitar rumahnya. namun apalah kata, inilah realita yang terjadi saat ini, walau dalam al-qur'an dituturkan bahwa kejujuran merupakan salah satu prinsip yang dipegang kuat ajaran Islam, namun pada kenyataannya hal tersebut berbuah pahit bagi yang melakukannya.

Saya tidak simpatik dengan perlakuan warga kepada bu Siami dan anaknya. Itu sudah termasuk bullying khan?? begitupun sekolah. saya tak simpatik dengan sekolahnya. bagaimana para guru mengantisipasi nilai-nilai UN dengan cara seperti itu? Mengajarkan murid berbuat curang?? Padahal guru itu model bagi anak didiknya. Dimana kode etik guru di Surabaya ?

Tapi, emang aneh ya dunia?? Yang salah pun bisa dianggap benar.
Well, sebenarnya nggak aneh-aneh banget koq. Andaikan belajar sosiologi pastilah mengerti fenomena ini. Yang pasti, inilah yang namanya pergeseran paradigma sosio budaya akibat suara mayoritas. Paham nggak maksudnya??
Begini, andaikan disuatu tempat, terjadi penjarahan pada seorang kaya oleh sekelompok pencuri lalu dibagikannya pada rakyat jelata, maka rakyat jelata akan menganggap bahwa perbuatan pencuri itu adalah baik. Dia akan dianggap pahlawan, walaupun dalam hukum Islam, perbuatan pencuri itu adalah tercela dan hukumnya adalah potong tangan. Tapi, jika kultur budaya masyarakat sekitar tersebut tidak mengenal bahkan mempraktekkan hukum Islam, maka hukum tersebutpun dianggap salah. Dan bahkan hukum tersebutpun bisa tidak dipergunakan karena kalah oleh suara mayoritas.

Bukanlah suatu hal yang luar biasa dimana kita melihat sesuatu yang salah dianggap benar karena kebenaran kalah oleh suara mayoritas, meskipun kebenaran itu adalah kebenaran yang prinsip, namun jika dihadapkan pada kepentingan mayoritas maka itu menjadi tak berarti apapun. Begitupun pada kasus ini. Yang jelas, saya melihat disini bahwa Aliflah yang menjadi korban, karena hak-haknya sebagai pelajar ternodai. Entah institusi yang menangani kasus ini mau menuntaskannya dengan baik atau hanya setengah-setengah, saya tidak tahu, namun mungkin akan berpengaruh pada perkembangan si anak.

Terutama, saya kecewa dengan gurunya. Bukankah UN SD itu, kisi-kisinya sudah dibagikan?? Bagaimana hubungan antar institusi itu sih?? Jangan pisahkan antar perkembangan kognitif dan afektif sang anak dong...
Apalagi ini masih taraf SD... bener2 deh. Untung diberitain, so bisa kasih opini. So, gimana caranya bagi kita untuk turut andil dalam kasus ini. Masih menurut pendapatku, suara mayoritas bisa kalah oleh 2, yakni ikut andilnya institusi yang lebih tinggi lagi dalam masalah ini, namun jika institusi enggan mengatasinya (sepertinya enggan, soalnya mereka enggak melihat ini kasus bullying massal sih ?), yang kedua adalah masyarakat Indonesia memberikan opini mereka, sehingga bisa terlihat bahwa suara mayoritas di Surabaya sebenarnya adalah suara minoritas, sehingga mereka mampu berpikir ulang tindakan mereka, apalagi ortu yang merupakan modelling bagi anaknya. Bener-bener kejadian memalukan. Untung ketahuan, kalo nggak kasihan anak2 pintar yang cerdas dan mau berusaha lebih untuk mendapatkan keinginan mereka. Masak hak mereka sama dengan anak yang belajarnya hanya setengah2 gitu...

I am disappointing.. kecewa... kecewa...
Potret sosio kultur masyarakat Indonesia saat.. Degradasikah???

Comments

Popular posts from this blog

Tasawwul (Meminta-minta)